Rabu, 17 Desember 2014

FILSAFAT POLITIK



FILSAFAT POLITIK

PENGERTIAN FILSAFAT
Istilah filsafat berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua kata yaitu philo dan sophia. Dua kata ini mempunyai arti masing-masing. Philo berarti cinta dalam arti lebih luas atau umum yaitu keinginan, kehendak. Sedangkan Sophia mempunyai arti hikmah, kebijaksanaan, dan kebenaran. Jadi, secara etimologis, filsafat dapat diartikan sebagai cinta akan kebijaksanaan.
Filsafat sebagai bentuk proses berpikir yang sistematis dan radikal mempunyai objek material dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Dan segala yang ada mencakup ada yang tampak (visible). Ada yang tampak (visible) di sini adalah dunia empiris artinya yang dapat dialami manusia, sedangkan ada yang tidak tampak adalah dunia ide-ide yang disebut dunia metafisik.
Dalam perkembangan selanjutnya, objek material filsafat dibagi atas tiga bagian yaitu yang ada dalam kenyataan, yang ada dalam pikiran, dan yang ada dalam kemungkinan. Dan ada pun objek formal filsafat adalah sudut pandang yang menyeluruh, radikal, dan objektif tentang yang ada, agar dapat mencapai hakikatnya, intinya.

PENGERTIAN POLITIK
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud pada proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Dalam negara seperti Indonesia, kekuasaan negara dibagi atas 3 (tiga) bagian. Pertama, Lembaga Eksekutif oleh Presiden. Kedua, Lembaga Legislatif oleh DPR. Ketiga, Lembaga Yudikatif oleh Mahkamah Agung. Ketiga-tiganya bersifat independen. Artinya tidak saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Politik juga sering dikaitkan dengan hal penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Yang menyelenggarakannya bukan rakyat, tetapi pemerintahan yang berkuasa. Hanya saja partisipasi rakyat sangat diharapkan. Tujuannya agar kerja pemerintahan dapat terlaksana dengan baik. Percuma suatu pemerintahan menyelenggarakan negara tanpa dukungan dari rakyat. Karena itu, kerja sama antara keduanya sangat diharapkan. Rakyat menyampaikan aspirasi kepada pemerintahan melalui wakil-wakilnya di Parlemen yang diwakili oleh DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) baik pusat maupun Daerah serta DPD (Dewan Perwakilan Daerah.

PENGERTIAN FILSAFAT POLITIK
Suatu upaya  untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan politik secara sistematis, logis, bebas, mendalam, serta menyeluruh. Filsafat Politik berarti pemikiran-pemikiran yang berkaitan tentang politik. Bidang politik merupakan tempat menerapkan ide filsafat. Ada berbagai macam ide-ide filsafat yang ikut mendorong perkembangan politik modern yaitu liberalisme, komunisme, pancasila, dan lain-lain.

PENGERTIAN FILSAFAT POLITIK MENURUT PARA AHLI
Plato, filsafat politik adalah upaya untuk membahas dan menguraikan berbagai segi kehidupan manusia dalam hubungannya dengan negara. Ia menawarkan konsep pemikiran tentang manusia dan negara yang baik dan ia juga mempersoalkan cara yang harus ditempuh untuk mewujudkan konsep pemikiran. Bagi Plato, manusia dan negara memiliki persamaan hakiki. Oleh karena itu, apabila manusia baik negara pun baik dan apabila manusia buruk negara pun buruk. Apabila negara buruk berarti manusianya juga buruk, artinya negara adalah cerminan mansuia yang menjadi warganya.
Machiavelli, filsafat politik adalah ilmu yang menuntut pemikiran dan tindakan yang praktis serta konkrit terutama berhubungan dengan negara. Baginya, negara harus menduduki tempat yang utama dalam kehidupan penguasa. Negara harus menjadi kriteria tertinggi bagi akivitas sang penguasa. Negara harus dilihat dalam dirinya tanpa harus mengacu pada realitas apa pun di luar negara.

PERKEMBANGAN FILSAFAT POLITIK
Filsafat politik telah lahir semenjak manusia mulai menyadari bahwa tata social kehidupan bersama bukanlah sesuatu yang terberi secara alamiah, melainkan sesuatu yang sangat mungkin terbuka untuk perubahan. Oleh karena itu, tata social ekonomi politik merupakan produk budaya dan memerlukan justifikasi filosofis untuk memeprtahankannya.
Lahirnya suatu refleksi filsafat politik sangat dipengaruhi oleh konteks epistemologis dan matafisika zamannya, sekaligus mempengaruhi zamannya. Jadi, filsafat itu dipengaruhi sekaligus mempengaruhi zamannya. Inilah lingkaran dialektis yang terus menerus berlangsung di dalam sejarah.
Perkembangan di dalam epistemology dan metafisika mempengaruhi asumsi-asumsi yang digunakan oleh para filsuf politik untuk merumuskan pemikirannya. Pada abad pertengahan, banyak filsuf politik mengawinkan refleksi teologi dengan filsafat yunani kuno untuk merumuskan refleksi filsafat politik mereka.
Filsafat politik juga seringkali muncul sebagai tanggapan terhadap situasi krisis zamannya. Pada era pertengahan, tema relasi antara Negara dan agama menjadi tema utama filsafat politik. Pada era modern, tema pertentangan antara kekuasaan absolut dan kekuasaan raja yang dibatasi oleh konstitusi menjadi tema utama refleksi filsafat politik. Pada abad ke-19, pertanyaan tentang bagaimana masyarakat industry harus menata ekonominya, yakni apakah melulu dengan mengacu pada liberalism pasar atau menciptakan Negara kesejahteraan, menjadi tema filsafat politik.
Suatu rumusan filsafat politik memiliki aspek-aspek antropologis yang mendasarinya, aspek antropologis ini menyangkut pemahaman tentang hakikat dari manusia atau karakter dasar dari manusia.

PERAN FILSAFAT POLITIK UNTUK INDONESIA
1.      Filsafat politik dapat dijadikan alat untuk mengajukan mendefinisikan ulang konsep-konsep dan praktek politik yang telah lama dilakukan di Indonesia, seperti konsep Negara, konsep kekuasaan, konsep otoritas, peran hokum, aspek keadilan di dalam hokum. Dalam bidang hukum misalnya, banyak pelaku korupsi di berbagai bidang lolos begitu saja dari jeratan hukum, karena tidak ada undang-undang yang pas untuk menjeratnya. Filsafat hukum mengajukan proposisi, bahwa  hukum tidak hanya mengacu pada rumusan baku saja, tetapi pada rasa keadilan yang sudah ada di dalam masyarakat. Rumusan hukum harus mengacu pada rasa keadilan. Tanpa keadilan, hukum adalah penindasan. Hukum merupakan terjemahan teknis dari keadilan. Proses mendefinisikan ulang sesuatu membutuhkan kerangka normative dan filsafat yang menyediakan itu. Suatu penilaian haruslah berbasis pada criteria penilaian tertentu dan didalam bidang politik, filsafat politik menyediakan itu.

2.      Filsafat politik mampu menjadi alat untuk melakukan kritik ideology. Sebuah bangsa mau tidak mau, hidup dalam suatu ideology tertentu. Ideology mencerminkan pandangan dasar yang dianut secara naïf oleh suatu bangsa dan tidak lagi dipertanyakan. Filsafat politik sebagai aktivitas berpikir secara terbuka, rasional, sistematis dan kritis tentang kehidupan bersama, mampu menjadi alat yang kuat untuk membongkar kesesatan-kesesatan berpikir yang ada di dalam ideology tersebut. 
contoh kritik ideology islamisme :
islamisme adalah suatu ideology yang menyatakan dengan tegas bahwa semua kehidupan public dan privat warga Negara haruslah diatur berdasarkan asas-asas islam yang dominan. Filsafat politik bisa mempertanyakan, konsep manusia macam apakah yang dianut oleh islamisme, apakah konsep itu sesuai dengan kondisi yang ada, apakah hanya ada satu islam di Indonesia ini.
Filsafat politik dapat dipandang sebagai pencair dari kebekuan berpikir yang sangat mudah ditemukan di dalam ideology-ideologi.
3.      Filsafat politik mengajukan suatu model tata social politik yang mungkin. Tata soaial politik itu berbasis pada prinsip-prinsip keadilan, kebebasan dan solidaritas.

PERBEDAAN FILSAFAT POLITIK DENGAN ILMU POLITIK
1.      filsafat politik dan ilmu politik merupakan dua hal yang berbeda namun sama-sama membahas politik.
2.      Pada ilmu politik, untuk memahami realitas yang ada dilakukan pendekatan deskriptif. Sedangkan pada filsafat politik, sebuah realitas dikaitkan dengan disiplin normatif. Disiplin normatif maksudnya adalah disiplin yang merumuskan sesuatu secara ideal.
3.      Dalam membahas papua, :
a.       Filsafat politik mempertanyakan apakah negara Indonesia mutlak diperlukan untuk terbentuknya tata hidup bersama di Papua, ilmu politik mempertanyakan dampak pemerintahan negara Indonesia bagi tata hidup bersama di Papua.
b.      filsafat politik berupaya memberikan pernyataan nilai (value statement), ilmu politik terhadap dampak pemerintahan negara Indonesia bagi tata hidup bersama di Papua memberikan pernyataan faktual atau factual statement. (Herry-Priyono 2010, 6-7).

POKOK MASALAH FILSAFAT POLITIK (SUBJEK MATTER)
Aspek teoritis dari pokok masalah filsafat politik akan mencakup pembahasan sebagai berikut (Brown 1986, p. ), 
  • logika atau analisa yang difokuskan pada makna atau fungsi konsep-konsep seperti "baik", "benar", dan "seharusnya". Jadi analisa diarahkan pada apa yang dimaksud jika suatu masyarakat dikatakan tertib dan baik, misalnya.
  • metode, yaitu bagaimana menentukan jenis-jenis pertimbangan yang dianggap relevan dan dengan cara apa dapat dilakukan evaluasi atas berbagai pilihan praktis yang saling bersaing; dengan ini kita harus dapat memberikan alasan bagi argumentasi yang kita dipergunakan dan bukti-bukti yang kita pilih.   
  • pertanyaan metafisik yaitu menyangkut pengujian terhadap pranggapan atas pemikiran-pemikiran dan diskursus praktis, dan memeriksa konsistensinya atau jika tidak dengan membandingkan atas dasar penemuan ilmu pengetahuan faktual atau agama.
  • Sedangkan aspek praktis dari pokok masalah filsafat politik menunjuk pada penerapan (aplikasi) yaitu pengambilan keputusan atas suatu pilihan atau kebijakan.

KARAKTERISTIK FILSAFAT POLITIK
Filsafat politik memiliki karakteristik. Salah satu yang utama adalah studi filsafat politik pada dasarnya merupakan cabang dari filsafat praktis (practical philosophy), yaitu cabang filsafat yang, terkait erat dengan etika atau filsafat moral.
a.       Filsafat politik berbeda dengan etika: etika berhubungan dengan dimensi moral pribadi, misalnya bagaimana seseorang seharusnya hidup, nilai atau gagasan ideal apa yang seharusnya dipegang dan aturan hidup macam apa yang hendaknya diperhatikan. Karena itu, sebagai cabang filsafat praktis, filsafat politik berhubungan dengan sisi atau aspek sosial dari etika atau lebih tepat berhubungan dengan pertanyaan tentang bagaimana pengaturan dan pengorganisasian kehidupan masyarakat yang seharusnya (Brown, 1986, p. 11).
b.      pengetahuan normatif, yaitu bahwa filsafat politik mencoba membentuk norma (aturan atau standar ideal), yang dapat dibedakan dari pengetahuan deskriptif, yaitu mencoba menguraikan bagaimana sesuatu secara apa adanya (Wolf, 2006: 2). Studi normatif mencari tahu bagaimana sesuatu seharusnya: apa yang benar, adil dan secara moral tepat, sementara studi politik deskriptif dilakukan oleh ilmuwan politik, sosiolog, dan ahli sejarah
METODE DAN PENDEKATAN FILSAFAT POLITIK
dari segi metode, menjawab pertanyaan normative:
1.      Pendekatan Sebagian vs Sistematis (Piecemal vs Sistematic Approach)
a.       Pendekatan sebagian
Pendekatan sebagian dalam studi filsafat politik mengambil bentuk berupa pencarian konsep-konsep normatif (project of normative inquiry). Dalam pencarian konsep-konsep normatif, kajian tentang demokrasi, misalnya, dikembangkan dengan memeriksa apakah demokrasi dapat diterima sebagai sesuatu yang bernilai atau tidak bernilai (Analisis Konseptual).
·         Pendekatan sebagian dapat mendorong munculnya penemuan yang lebih mendalam dan kritis mengenai konsep atau isu penting tertentu dalam filsafat politik dan akan membantu menjelaskan relevansinya dengan situasi aktual yang kita hadapi.
b.      Pendekatan sistematis
·         Berusaha "mengembangkan proyek yang sistematis dan bersifat mencakup semua filsafat praktis tentang politik" (Brown, 1986, p. 15). Dengan ini, pertama, filsafat politik melangkah jauh dari sekadar "proyek analisis konseptual", yaitu memberikan perhatian terhadap masalah yang muncul dalam kehidupan politik dengan memberikan petunjuk tentang prinsip keadilan atau bentuk pemerintahan. Kedua, dengan pendekatan sistematis, filsafat politik juga dibedakan dari sekadar usaha terlibat dalam pencarian secara sebagian atas premis nilai yang bersifat normatif (piecemal normative inquire). Kajian tentang konsep demokrasi misalnya akan gagal jika dilihat hanya sebagai nilai (untuk ditolak atau disetujui) tanpa usaha mengkaitkannya dengan keseluruhan nilai yang mendasari sebuah masyarakat.
·         Pendekatan sistematis menyarankan bahwa filsafat politik perlu terlibat dalam totalitas citra politik, yaitu dengan terus menerus menemukan konsistensi pandangan politik satu sama lain, dan karena itu mengharuskan bentuk kajian yang bersifat perbandingan (interdisciplinary) atau memperhatikan antar hubungan dari berbagai pandangan politik.

2.      Pendekatan pemecahan masalah vs pendekatan kritis
a.       Pendekatan pemecahan masalah
Dengan pendekatan ini, sistem ekonomi yang didasarkan pada paham kapitalisme atau sosialisme, misalnya, akan diterima sebagai sesuatu yang dalam dirinya sendiri tanpa cacat ; berbagai masalah yang timbul didalamnya hanya dilihat sebagai masalah teknis atau managerial semata sehingga memungkinkan sistem itu bekerja secara lebih efektif dan efisien. Begitu juga, sebuah sistem dari kepemerintahan internasional (international governance) yang berlandaskan pada kedaulatan negara, jika diterima sebagai “kenyataan“ juga akan memungkinkan munculnya anggapan bahwa tidak realistik untuk mengharapkan apalagi mengajukan perubahan ekstensif terhadap sistem itu.
b.      Pendekatan kritis
Pendekatan kritis, menurut Cox, juga ”diarahkan pada kompleksitas sosial dan politik sebagai keseluruhan daripada pada bagian yang terpisah” (1986, p. 208). Artinya menyajikan formula yang dapat dipergunakan dalam menjawab kompleksitas sosial, politik dan ekonomi sebagai keseluruhan, dan bukan menangani bagian tertentu dari isu sosial, politik atau ekonomi.

SUMBER :
J.H. Rapar, Filsafat Politik, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001),
http://mahrusali611.blogspot.com/2013/07/makalah-filsafat-politik_8715.html

ASAL ISTILAH NAMA INDONESIA



Asal istilah nama Indonesia
Nama ” INDONESIA” muncul pertama kali tahun 1850 yang diciptakan/dipakai oleh James Richard Logan (ahli hukum Skotlandia) Menurutnya dia lebih menyukai isitilah geografis “Indonesia” yang bersinonim dengan “Kepulauan Hindia”.
Pendapatnya merupakan penolakan terhadap istilah “indunesians” dan “Melayunesians” yang digunakan oleh George Samuel Windsoe Earl untuk menyebut penduduk Kepulauan Malayan.
JR Logan menciptakan istilah baru ” Indonesia” untuk menyebut penghuni wilayah gugusan nusantara dan membaginya menjadi 4 wilayah geografis : 1. Indonesia Barat terdiri dari Sumatera, semenanjung Melayu, Kalimantan, Jawa dan pulau-pulau antara. 2. Indonesia Timur Laut terdiri dari Formosa hingga gugusan Kepulauan Sulu dan Mindanao di Philipina hingga Kepulauan Visaya. 3. Indonesia barat daya terdiri dari Pantai timur Kalimantan hingga Papua Nugini termasuk gugusan kepulauan di papua barat, Kai dan Aru. dan 4. Indonesai Selatan terdiri dari gugusan kepulauan selatan trans-Jawa, anatara Jawa – Papua Nugini atau dari Bali hingga gugusan Kepulauan Timor.
Loga adalah orang yang pertama mengenalkan nama “Indonesia”, kemudian Adolf Bastian guru besar Etnologi Universitas Berlin yang mempopulerkannya di dunia akademis selama kurun waktu 1884-1894. Nama Indonesia sudah dikenal sebagai istilah budaya dan geografis, karena secara politis wilayah ini dikuasai Belanda dengan sebutan Nederlandsch-Indie )Hindia Belanda).
Makna politis terminologi Indonesia baru tumbuh setelah abad ke-20, setelah Suwardi Suryaningrat (Ki Hadjar Dewantara) memakainya melalui pendirian biro pers Indonesische Per-bureu saat diasingkan ke negeri Belanda tahun 1913. Th 1922 atas prakarsa Mohammad Hatta mengubah nama Indische Vereeniging menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia yang merupakan organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Belanda yang didirikan tahun 1908.
Era ini merupakan penguatan gerakan pemakian nama “INDONESIA” sebagai penggagti istilah “Hindia belanda” oleh kalangan pemuda dan mahasiswa Indonesia hingga mencapai kemerdekaan. Hal ini juga dibarengi adanya perubahan nama majalah milik Perhimpoenan Indonesia yaitu Hindia Belanda menjadi “Indonesia Merdeka ” Sementara itu di tanah air, pergerakan memakai nama “Indonesia” dimulau th 1942 oleh dr.Soetomo pendiri Indonesische Studie Club. Setahun kemudian, Jong Islamieten Bond membentuk Kepanduan National Indonesische Padvinderi (NATIPIJ).
Nama “Indonesia” sebagai suatu negara dan bangsa baru muncul saat Soekarno – Hatta atas nama bangsa Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia tgl 17 Agustus 1945.

Filosofi Garuda Pancasila

Filosofi Garuda Pancasila
Garuda Pancasila terdiri atas tiga komponen utama, yaitu Burung Garuda, Perisai dan Pita Putih.
Menurut Mitologi Hindu, Burung Garuda merupakan burung mistis yang berasal dari India. Burung tersebut berkembang sejak abad ke-6 di Indonesia. Burung Garuda itu sendiri melambangkan kekuatan, sementara warna emas pada Burung Garuda itu melambangkan kemegahan atau kejayaan.
Jumlah bulu pada sayap Garuda sebanyak 17, bulu diekor berjumlah 8, bulu di pangkal ekor berjumlah 19 dan bulu di leher berjumlah 45. Bulu-bulu tersebut jika digabungkan menjadi 17-8-1945, yaitu  menggambarkan waktu kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.
Di perisai yang terdapat pada Burung Garuda, mengandung lima buah simbol yang masing-masing melambangkan sila-sila dari dasar negara Pancasila. Perisai yang dikalungkan tersebut melambangkan pertahanan Indonesia. Pada bagian tengah dari perisai tersebut terdapat simbol bintang yang memiliki lima sudut. Bintang tersebut melambangkan sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Lambang bintang tersebut dianggap sebagai sebuah cahaya, seperti cahaya kerohanian yang dipancarkan oleh Tuhan kepada setiap manusia.
Dibagian bintang, terdapat latar berwarna hitam. Latar tersebut melambangkan warna alam yang asli yang memiliki Tuhan, bukanlah sekedar rekaan manusia, tetapi sumber dari segalanya dan telah ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada.
Pada bagian kanan bawah, terdapat rantai yang melambangkan sila kedua Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Rantai tersebut terdiri atas mata rantai yang berbentuk segi empat dan lingkaran yang saling berkaitan membentuk lingkaran. Mata rantai segi empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran melambangkan perempuan. Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap manusia, laki-laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu bersatu sehingga menjadi kuat seperti sebuah rantai.
Pada bagian kanan atas, terdapat gambaran pohon beringin yang melambangkan sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia. Kenapa pohon beringin yang digunakan? Karena pohon beringin merupakan pohon besar yang bisa digunakan oleh banyak orang sebagai tempat berteduh dibawahnya. Hal tersebut dikorelasikan sebagai Negara Indonesia, dimana semua rakyat Indonesia dapat “berteduh” di bawah naungan Negara Indonesia. Tak hanya itu saja, pohon beringin memiliki sulur dan akar yang menjalar ke segala arah. Hal ini dikorelasikan dengan keragaman suku bangsa yang menyatu di bawah nama Indonesia.
Pada bagian kiri atas, terdapat kepala banteng. Kepala banteng tersebut melambangkan sila keempat Pancasila, yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Disini, kepala banteng memiliki filosofi sebagai hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya musyawarah, dimana orang-orang berdiskusi untuk melahirkan suatu keputusan.
Di bagian kiri bawah, terdapat lambang padi dan kapas. Lambang tersebut melambangkan sila ke lima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Lambang tersebut dianggap dapat mewakili sila kelima, karena padi dan kapas merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan dan sandang, sebagai syarat utama untuk mencapai kemakmuran. Hal itu sesuai dengan tujuan utama dari sila kelima ini.
Di lambang perisai sendiri, terdapat garis hitam tebal yang melintang di tengah-tengah perisai. Garis hitam tebal tersebut melambangkan garis khatulistiwa yang melintang melewati wilayah Indonesia. Sedangkan warna merah dan putih yang menjadi latar pada perisai tersebut merupakan warna bendera negara Indonesia. Merah, memiliki makna keberanian dan putih melambangkan kesucian.
Pada bagian bawah Garuda Pancasila, terlihat pita putih yang dicengkram, pita tersebut bertuliskan “BHINNEKA TUNGGAL IKA”. Tulisan tersebut ditulis dengan menggunakan huruf latin dan merupakan semboyan negara Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, dalam bahasa Jawa Kuno memiliki arti “berbeda-beda tetapi tetap satu jua.”
Kata Bhinneka Tunggal Ika sendiri dikutip dari buku Sutasoma yang dikarang oleh seorang pujangga di abad ke-14 dari Kerajaan Majapahit, Mpu Tantular. Kata tersebut memiliki arti sebagai persatuan dan kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai pulau, ras, suku, bangsa, adat, kebudayaan, bahasa, serta agama.
Makna Lambang Negara Garuda Pancasila sangat relevan dengan kondisi bangsa Indonesia yang terdiri dari pelbagai macam suku, ras, budaya, adat, bahasa dan agama. Apabila seluruh masyarakat Indonesia bisa memahami filosofi lambang negara tersebut dengan baik, maka keutuhan dan persatuan bangsa dapat terjaga. Dengan Dasar Negara yang kuat, Indonesia akan menjadi negara besar, maju, dan rakyatnya sejahtera.