Asal-Usul Daerah Kelahiran
Kecamatan Balaraja dan Kampung Ciapus
PGSD/3C-10
Balaraja berasal dari kata bala (bale) dan raja. Bale
berarti balai atau tempat persinggahan. Dan raja yang dimaksud di sini adalah
raja yang berasal dari kerajaan Banten. Artinya tempat peristirahatan raja.
Pernyataan ini dikuatkan dengan sebuah tempat pemandian yang dikenal dengan
nama Talagasari (Tempat ini kemudian menjadi nama desa). Letak tempat pemandian tersebut tepat berada di depan balai dulu gedung
Kewedanaan Balaraja dan sekarang dijadikan gedung Kecamatan Balaraja tersebut.
Diperkirakan berada di Klinik Aroba, tepatnya di belakang Mesjid Al-Jihad. Hal
ini mengingatkan kita pada Tasik Ardi dekat Situs Surosowan, Banten.
Bukti pertama, Patung Balaraja yang dikenal masyarakat
sebagai patung Ki Buyut Talim sebagai salah satu icon pejuang Banten. Tetapi patung itu sudah lama hilang, entah kenapa dan sangat di sayangkan.
Kedua,
terdapat makam Buyut Sanudin letaknya berada di Kampung Leuweung Gede Desa
Parahu Kecamatan Sukamulya. Ketiga, Makam Nyi Mas Malati di Kampung Bunar, Desa
Bunar Kecamatan Sukamulya. Pejuang wanita Banten di Tangerang. Dan yang terakhir Makam Uyut Ambiya. Makam yang pernah membuat heboh
seantaro Nusantara karena makam ini mendadak membesar seperti orang hamil. Dari
beberapa hikayat bahwa Uyut Ambiya ini salah satu pemimpin perang Banten versus
Kompeni Belanda. Sebagian orang ada yang mengatakan Uyut Ambiya ini orang yang
sama dengan Buyut Talim.
Jika ditinjau dari persebaran bahasa. Di Balaraja terdapat pulau bahasa
Jawa Banten yang berada di Kampung Pekong Desa Saga Kecamatan Balaraja.
Kemiripan kosa kata dengan bahasa di bantaran sungai dan pesisir pantai di
wilayah kerajaan Banten.
Dari bukti-bukti tersebut Balaraja sangat kental
dengan perjuangan Banten melawan Kompeni Belanda yang berada di batas demarkasi
sebelah Timur Cisadane. Wajar saja sebab wilayah ini dibelah oleh sungai
Cimanceri sebagai jalan menuju Batavia pada waktu itu.
Balaraja
Masa Revolusi
Pergolakan di Balaraja terjadi ketika pasca perang
dunia II saat bom atom Hirosima-Nagasaki meluluhlantakan Jepang. Jepang
menyerah tanpa syarat kepada sekutu, 1945. Efeknya Indonesia mampu merebut
kemerdekaan, 17 Agustus 1945. Anehnya berita kemerdekaan Republik Indonesia
telat diterima oleh warga Tangerang, termasuk daerah-daerah di bawah kewenangan
Kewedanaan Balaraja pada saat itu.
Pergolakan Tangerang tak lepas dari peran serta
komando Resimen Tangerang yang di dalamnya terdapat lasykar rakyat. Berita dari pelaku lasykar pernah di dengar penulis dari
almarhum Sersan Sawinan (mantan TRI) ketika terjadi baku tembak antara Tentara
Belanda (Gurkha) dan Lasykar rakyat di Pasar Balaraja lama.
Beliau menceritakan bangunan pasar dibombardir (baca:
digranat) oleh tentara Belanda. Kekaguman penulis saat itu mengarah pada
struktur kekuatan beton bangunan pasar yang tetap tangguh. Mungkin sesuatu yang
susah dicari tandingannya dengan bangunan di zaman sekarang.
Peperangan yang dimulai dari Cikande akhirnya membuat lasykar rakyat bergerilya masuk desa keluar desa. Korban dari kedua belah pun tak terelakan lagi.
Peperangan yang dimulai dari Cikande akhirnya membuat lasykar rakyat bergerilya masuk desa keluar desa. Korban dari kedua belah pun tak terelakan lagi.
Masa revolusi yang menjadi catatan pahit adalah zaman
gedoran Cina. Peristiwa ini tercatat dalam berita jurnalistik sekitar awal Juni
1946. Kampung Parahu dan Kampung Ceplak Kewedanaan Balaraja adalah kampung yang
paling banyak menelan korban warga Cina.
Peristiwa kelam ini bukan berarti melulu kesalahan
pribumi tetapi memang kesalahan sistem kolonial yang membuat pribumi tertindas.
Peristiwa ini pun diperparah dengan identifikasi pribumi terhadap warga Cina
yang menjadi mata-mata Belanda. Kerusuhan muncul mulai dari Tangerang merambah
ke daerah hingga pecah di kawasan Kewedanaan Balaraja.
Syahrir sebagai perdana menteri pada 6 Juni 1946
menyesali peristiwa penggedoran Tangerang. Esoknya Soekarno pun menyinggung
peristiwa tersebut dalam pidatonya yang berjudul “Keadaan Bahaya”.
Sebagai tindak lanjut pemerintah menginstruksikan kepada Resimen Tangerang untuk melucuti senjata yang berada di tangan rakyat. Di samping itu, pemerintah pusat mengirimkan misi yang dipimpin menteri penerangan M. Natsir disertai pejabat kementrian dalam negeri, wakil Tentara Republik Indonesia (TRI) bersama wakil golongan Cina, Oey Kim Seng menginspeksi tempat-tempat terjadinya kerusuhan.
Sebagai tindak lanjut pemerintah menginstruksikan kepada Resimen Tangerang untuk melucuti senjata yang berada di tangan rakyat. Di samping itu, pemerintah pusat mengirimkan misi yang dipimpin menteri penerangan M. Natsir disertai pejabat kementrian dalam negeri, wakil Tentara Republik Indonesia (TRI) bersama wakil golongan Cina, Oey Kim Seng menginspeksi tempat-tempat terjadinya kerusuhan.
Di Balaraja M. Natsir berpidato dihadapan massa dan
menasihati masyarakat Balaraja. Agar kerusuhan semacam ini tidak terulang
kembali karena akan merugikan pemerintah RI yang baru saja berdiri dalam meraih
citra publik di mata internasional. Dibantu oleh tokoh daerah seperti Achmad
Chotib, Syamoen dan Sutalaksana. Akhirnya warga pribumi dan Cina pun memahami
kekeliruannya.
Ada hal yang patut menjadi perhatian bagi pembaca
bahwa Balaraja pernah menjadi ibukota Kabupaten Tangerang ketika diduduki
tentara Gurkha, Belanda. Pemerintah RI mengangkat R. Achyad Penna sebagai Patih
Pemerintah RI beserta seluruh staf dan aparat pemerintah RI Kabupaten Tangerang
mutasi ke Balaraja, jabatannya pertamanya dari 1945 hingga 1949. Selanjutnya
Bupati RI di Balaraja dijabat oleh KH Abdulhadi (Juli 1946), R. Djajarukmana
(1947) hingga jabatan ini kembali ke R. Achyad Penna tahun (1950-1952).
Sebagai catatan bahwa pada masa revolusi kedudukan
pemerintah RI Kabupaten Tangerang berkedudukan di Balaraja kurang lebih selama
7 tahun. R. Achyad Penna sebagai orang Tangerang lulusan OSVIA Serang kemudian
menjabat kembali sebagai Bupati Tangerang (1950-1952) setelah penyerahan
kedaulatan dari Belanda kepada pemerintah RI.
Balaraja Masa Kini
Kewedanaan Balaraja berkembang seiring dengan
perkembangan zaman sistem ini pun dihilangkan dan masing-masing wilayah
partikelir pun menjadi kecamatan. Kecamatan Balaraja, Tigaraksa, Cisoka, Kronjo
dan Kresek. Selanjutnya Balaraja memekarkan Jayanti sebagai kecamatan.
Seiring dengan perkembangan zaman otonomi daerah,
tahun 2007 Bupati Tangerang, Ismet Iskandar memekarkan kembali Kecamatan
Balaraja sehingga jadilah Kecamatan Sukamulya. Kecamatan Kresek dipekarkan
jadilah Kecamatan Gunung Kaler. Kronjo dipekarkan jadilah Kecamatan Mekar Baru
dan Kecamatan Cisoka jadilah tumbuhlah Kecamatan Solear. Sebagai ancangan
pembentukan Kabupaten baru yang bernama Tangerang Barat.
Secara historis Tangerang bagian barat ini sudah
sepantasnya menjadi kabupaten diiringi kelengkapan potensi pendapatan asli
daerah sangat memungkin. Letak geografis yang strategis di antara jalur lalu
lintas nasional yang cukup padat.
Pusat Industri tumbuh dan berkembang di Kecamatan
Balaraja, Jayanti dan Cisoka. Areal perumahan sebagai daerah salah satu
penyangga Ibukota sudah berdiri di setiap kecamatan yang ada di daerah ini.
Potensi pertanian tersebar di wilayah kecamatan
Cisoka, Solear, Jayanti, Sukamulya, Kresek, Gunung kaler, Mekar Baru, dan
Kronjo. Adapun potensi kelautan dan perikanan berpusat di Kecamatan Kronjo dan
Mekar Baru.
ASAL-USUL
Kampung CIAPUS
Dahulu, daerah kampung ciapus masih
berupa tumbuhan Bambu Apus sampai pada akhirnya ada seorang lelaki yang
orang-orang ciapus panggil sebagai Uyut Kampung mendirikan tempat tinggal
berupa perkampungan, dan diberi nama Ciapus karena dulunya daerah itu banyak
tumbuhan bamboo apus. Sayangnya saat ini Bambu apus icon dari kampung ciapus
sendiri, dari waktu ke waktu semakin sedikit.
Yang diharapkan dari daerah asal
saya, saya harap apapun yang dilakukan untuk membangun balaraja dan ciapus
lebih baik lg, sebaiknya tidak merusak atau menghilangkan asalnya, semua apapun
yang dilakukan sebaiknya harus seimbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar