Revisi.1-PGSD/3C-10
Progresivisme Sebagai Demokratis Dalam Pendidikan
Progresivisme
adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar dimasa
mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukan memfokuskan pada guru atau
bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini diantaranya : George Axtelle,
William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas, Frederick C. Neff dan
John Dewey.
Asas pokok aliran ini adalah bahwa
manusia selalu tetap survive terhadap semua tantangan kehidupannya yang secara
praktis akan senantiasa mengalami kemajuan. Oleh karena itu aliran ini selalu
memandang bahwa pendidikan tidak lain tidak bukan adalah proses perkembangan,
sehingga seorang pendidik mesti selalu siap untuk senantiasa memodifikasi
berbagai metode dan strategi dalam pengupayaan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru
dan berbagai perubahan-perubahan yang menjadi kecenderungan dalam suatu
masyarakat.
Dilihat dalam bukunya Democracy And
Aducation. Disini Dewey memperlihatkan keyakinan-keyakinan dan wawasannya
tentang pendidikan, serta mempraktekannya disekolah-sekolah yang ia dirikan.
Menurut Dewey tujuan umum pendidikan ialah warga masyarakat yang demokratis.
Isi pendidikannya lebih mengutamakan bidang studi yang berguna atau langsung
bias dirasakan oleh masyarakat seperti IPA, Sejarah, dan keterampilan. John Dewey
mengatakan, pengalaman adalah key concept manusia atas segala sesuatu.
Pengalaman ialah suatu realita yang telah meresap dan membina pribadi.
Pengetahuan
diperoleh manusia baik secara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan
segala realita dalam lingkungan, ataupun pengetahuan diperoleh langsung melalui
catatan-catatan. Pengetahuan adalah hasil aktivitas tertentu. Makin sering kita
menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman kita dalam praktik,
maka makin besar persiapan kita menghadapi tuntutan masa depan. Pengetahuan
harus disesuaikan dan dimodifikasi dengan realita baru di dalam lingkungan. Tujuan
pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus
menerus. Pendidikan hendaklah bukan hanya menyampaikan pengetahuan kepada
peserta didik untuk diterima saja, melainkan yang lebih penting daripada itu
adalah melatih kemampuan berpikir dengan memberikan stimuli-stimuli.
Demokratisasi pendidikan diartikan sebagai hak setiap warga
negara atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk menikmati pendidikan. Dalam
hal ini, kesempatan setiap warga negara dalam mengikuti pendidikan juga tidak
didasarkan atas diskriminasi tertentu. Hal ini sesuai dengan bunyi pernyataan
Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 4 ayat (1) yaitu: “Pendidikan
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural,
dan kemajemukan bangsa.
Kehidupan demokrasi dalam bidang pendidikan merupakan
tindakan menghargai keberagaman potensi individu yang berbeda dalam
kebersamaan. Dengan demikian segala bentuk penyamarataan individu dalam satu
uninformitas dan pengingkaran terhadap keunikan sifat individu bertentangan
dengan salah satu prinsip demokrasi.
Demokratisasi pendidikan merupakan suatu kebijakan yang sangat didambakan
oleh masyarakat. Melalui kebijakan tersebut, diharapkan peluang masyarakat
untuk menikmati pendidikan menjadi semakin lebar sesuai dengan kemampuan dan
kesempatan yang dimiliki. Jurang pemisah antara kelompok terdidik dan belum
terdidik menjadi semakin terhapus, sehingga informasi pembangunan tidak lagi
menjadi hambatan. Ungkapan pendidikan untuk semua dan semuanya untuk pendidikan
diharapkan bukan sekedar wacana tetapi sudah harus merupakan komitmen
pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkannya. Dengan demikian, isu tentang
besarnya putus sekolah, elitisme, ketidak-terjangkauan dalam meraih pendidikan,
dan seterusnya dapat terhapus dengan sendirinya.
Demokratisasi pendidikan bukan hanya sekedar prosedur, tetap
juga nilai-nilai pengakuan dalam kehormatan dan martabat manusia. Dalam hal ini
melalui upaya demokratisasi pendidikan diharapkan mampu mendorong munculnya
individu yang kreatif , kritis, dan produktif tanpa harus mengorbankan martabat
dan dirinya.
Tujuan dan Tugas Pendidikan Demokratis
Pendidikan
sebagai saluran utama yang memberikan fasilitas bagi upaya-upaya manusia
sebagai subyek kebudayaan untuk melestarikan, merekontruksi, dan mengembangkan
nilai-nilai ideal suatu kelompok kebudayaan. Nilai-nilai kebudayaan yang
dianggap ideal untuk masyarakat Amerika Serikat yang bersifat majemuk adalah
nilai-nilai demokratis. Jonh Dewey mencoba mengembangkan suatu model filsafat
pendidikan demokratis yang dapat mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat
demokrasi modern kontemporer. John Dewey merumuskan bahwa tujuan pendidikan
yang paling bersifat umum adalah mengarahkan subyek didik, berdasar pada
kecenderungan alamiah dan minat yang dimilikinya, untuk mencapai kemampuan
perkembangan melalui partisipasi aktif dan reflektif dalam suatu cara hidup
yang bersifat demokratis.
Tiga Pilar Dasar Pendidikan Demokratis
Dalam
upaya mencapai tujuan pendidikan yang mendukung keberadaan dan pengembangan
masyarakat demokratis, aliran filsafat pendidikan progresivisme menunjukan
reaksi yang keras terhadap teori dan praktek kependidikan yang dikemukakan oleh
aliran filsafat pendidikan esensialisme.
Filsafat
pendidikan progresivisme bereaksi terhadap system pendidikan yang bersifat
tradisional, pasif, dan terlalu intelektualis. Untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan pendidikan esensialis itu, maka aliran filsafat
progresivisme mengajukan 3 pilar utama system pendidikan yang mendukung
pengembagan masyarakat demokratis. Tiga pilar utama itu adalah :
1.
Pendidikan
berpusat pada anak
Berkenaan
dengan konsep pendidikan berpusat pada anak, aliran filsafat pendidikan progresivisme
berpendapat bahwa fungsi utama pendidikan adalah untuk mengembangkan secara
maksimal potensi-potensi individual seorang anak. Untuk mencapai tujuan itu
maka sedapat mungkin dihindari praktek-praktek pendidikan tradisional yang
bersifat otoriter dan pasif. Pengajaran yang bersifat otoriter dan pasif dapat
mengakibatkan lemahnya partisipasi subyek didik dalam kehidupan masyarakat.
2.
Peran pendidikan
bagi rekontruksi dan pembaharuan social
Melalui
konsep peran pendidikan bagi rekontruksi dan pembaharuan sosial, aliran ini
hendak mengemukakan bahwa dalam proses kebudayaan, pendidikan tidak hanya
melaksanakan fungsi inkulturatif statis, tapi lebih jauh lagi memiliki fungsi
transformatif bagi terjadinya pembaharuan sosial kebudayaan suatu kelompok
masyarakat.
John
Dewey mengemukakan bahwa pendidikan memiliki peran sentral dalam pembaharuan
sosial bagi terciptanya masyarakat demokrasi, masyarakat ilmiah, dan
perkembangan menuju masyarakat industry.
3.
Konsep
eksperimentalisme dalam pendidikan
Berdasarkan
konsep ekperimentalisme dalam pendidikan, kaum progresivisme mencoba
mengembangkan pendekatan ilmiah dalam proses pendidikan demokratis. Melalui
konsep ini dicoba dikembangkan dalam diri anak kemampuan rasional, kritis,
penarikan kesimpulan berdasar pembuktian, keterbukaan, dan akuntabilitas yang
diperlukan bagi individu untuk hidup dalam alam demokrasi.
Daftar Pustaka
Blog Anshar :
ALIRAN PROGRESIVISME
SAINS DAN
TEKNOLOGI: ALIRAN PROGRESIVISME
JURNAL : DEMOKRATISASI DAN PENDIDIKAN DASAR, Adang Heriawan, Drs., M.Pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar