Rabu, 19 November 2014

Revisi Tulisan



Revisi.1-PGSD/3C-10
Progresivisme Sebagai Demokratis Dalam Pendidikan
            Progresivisme adalah suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar dimasa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukan memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini diantaranya : George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas, Frederick C. Neff dan John Dewey.
            Asas pokok aliran ini adalah bahwa manusia selalu tetap survive terhadap semua tantangan kehidupannya yang secara praktis akan senantiasa mengalami kemajuan. Oleh karena itu aliran ini selalu memandang bahwa pendidikan tidak lain tidak bukan adalah proses perkembangan, sehingga seorang pendidik mesti selalu siap untuk senantiasa memodifikasi berbagai metode dan strategi dalam pengupayaan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru dan berbagai perubahan-perubahan yang menjadi kecenderungan dalam suatu masyarakat.
            Dilihat dalam bukunya Democracy And Aducation. Disini Dewey memperlihatkan keyakinan-keyakinan dan wawasannya tentang pendidikan, serta mempraktekannya disekolah-sekolah yang ia dirikan. Menurut Dewey tujuan umum pendidikan ialah warga masyarakat yang demokratis. Isi pendidikannya lebih mengutamakan bidang studi yang berguna atau langsung bias dirasakan oleh masyarakat seperti IPA, Sejarah, dan keterampilan. John Dewey mengatakan, pengalaman adalah key concept manusia atas segala sesuatu. Pengalaman ialah suatu realita yang telah meresap dan membina pribadi.
            Pengetahuan diperoleh manusia baik secara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan segala realita dalam lingkungan, ataupun pengetahuan diperoleh langsung melalui catatan-catatan. Pengetahuan adalah hasil aktivitas tertentu. Makin sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman kita dalam praktik, maka makin besar persiapan kita menghadapi tuntutan masa depan. Pengetahuan harus disesuaikan dan dimodifikasi dengan realita baru di dalam lingkungan. Tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus menerus. Pendidikan hendaklah bukan hanya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik untuk diterima saja, melainkan yang lebih penting daripada itu adalah melatih kemampuan berpikir dengan memberikan stimuli-stimuli.
Demokratisasi pendidikan diartikan sebagai hak setiap warga negara atas kesempatan yang seluas-luasnya untuk menikmati pendidikan. Dalam hal ini, kesempatan setiap warga negara dalam mengikuti pendidikan juga tidak didasarkan atas diskriminasi tertentu. Hal ini sesuai dengan bunyi pernyataan Undang-undang No. 20 tahun 2003 pasal 4 ayat (1) yaitu: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Kehidupan demokrasi dalam bidang pendidikan merupakan tindakan menghargai keberagaman potensi individu yang berbeda dalam kebersamaan. Dengan demikian segala bentuk penyamarataan individu dalam satu uninformitas dan pengingkaran terhadap keunikan sifat individu bertentangan dengan salah satu prinsip demokrasi.
            Demokratisasi pendidikan merupakan suatu kebijakan yang sangat didambakan oleh masyarakat. Melalui kebijakan tersebut, diharapkan peluang masyarakat untuk menikmati pendidikan menjadi semakin lebar sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang dimiliki. Jurang pemisah antara kelompok terdidik dan belum terdidik menjadi semakin terhapus, sehingga informasi pembangunan tidak lagi menjadi hambatan. Ungkapan pendidikan untuk semua dan semuanya untuk pendidikan diharapkan bukan sekedar wacana tetapi sudah harus merupakan komitmen pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkannya. Dengan demikian, isu tentang besarnya putus sekolah, elitisme, ketidak-terjangkauan dalam meraih pendidikan, dan seterusnya dapat terhapus dengan sendirinya.
            Demokratisasi pendidikan bukan hanya sekedar prosedur, tetap juga nilai-nilai pengakuan dalam kehormatan dan martabat manusia. Dalam hal ini melalui upaya demokratisasi pendidikan diharapkan mampu mendorong munculnya individu yang kreatif , kritis, dan produktif tanpa harus mengorbankan martabat dan dirinya.
            Tujuan dan Tugas Pendidikan Demokratis
Pendidikan sebagai saluran utama yang memberikan fasilitas bagi upaya-upaya manusia sebagai subyek kebudayaan untuk melestarikan, merekontruksi, dan mengembangkan nilai-nilai ideal suatu kelompok kebudayaan. Nilai-nilai kebudayaan yang dianggap ideal untuk masyarakat Amerika Serikat yang bersifat majemuk adalah nilai-nilai demokratis. Jonh Dewey mencoba mengembangkan suatu model filsafat pendidikan demokratis yang dapat mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan masyarakat demokrasi modern kontemporer. John Dewey merumuskan bahwa tujuan pendidikan yang paling bersifat umum adalah mengarahkan subyek didik, berdasar pada kecenderungan alamiah dan minat yang dimilikinya, untuk mencapai kemampuan perkembangan melalui partisipasi aktif dan reflektif dalam suatu cara hidup yang bersifat demokratis.
Tiga Pilar Dasar Pendidikan Demokratis
Dalam upaya mencapai tujuan pendidikan yang mendukung keberadaan dan pengembangan masyarakat demokratis, aliran filsafat pendidikan progresivisme menunjukan reaksi yang keras terhadap teori dan praktek kependidikan yang dikemukakan oleh aliran filsafat pendidikan esensialisme.
Filsafat pendidikan progresivisme bereaksi terhadap system pendidikan yang bersifat tradisional, pasif, dan terlalu intelektualis. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan pendidikan esensialis itu, maka aliran filsafat progresivisme mengajukan 3 pilar utama system pendidikan yang mendukung pengembagan masyarakat demokratis. Tiga pilar utama itu adalah :
1.      Pendidikan berpusat pada anak
Berkenaan dengan konsep pendidikan berpusat pada anak, aliran filsafat pendidikan progresivisme berpendapat bahwa fungsi utama pendidikan adalah untuk mengembangkan secara maksimal potensi-potensi individual seorang anak. Untuk mencapai tujuan itu maka sedapat mungkin dihindari praktek-praktek pendidikan tradisional yang bersifat otoriter dan pasif. Pengajaran yang bersifat otoriter dan pasif dapat mengakibatkan lemahnya partisipasi subyek didik dalam kehidupan masyarakat.


2.      Peran pendidikan bagi rekontruksi dan pembaharuan social
Melalui konsep peran pendidikan bagi rekontruksi dan pembaharuan sosial, aliran ini hendak mengemukakan bahwa dalam proses kebudayaan, pendidikan tidak hanya melaksanakan fungsi inkulturatif statis, tapi lebih jauh lagi memiliki fungsi transformatif bagi terjadinya pembaharuan sosial kebudayaan suatu kelompok masyarakat.
John Dewey mengemukakan bahwa pendidikan memiliki peran sentral dalam pembaharuan sosial bagi terciptanya masyarakat demokrasi, masyarakat ilmiah, dan perkembangan menuju masyarakat industry.
3.      Konsep eksperimentalisme dalam pendidikan
Berdasarkan konsep ekperimentalisme dalam pendidikan, kaum progresivisme mencoba mengembangkan pendekatan ilmiah dalam proses pendidikan demokratis. Melalui konsep ini dicoba dikembangkan dalam diri anak kemampuan rasional, kritis, penarikan kesimpulan berdasar pembuktian, keterbukaan, dan akuntabilitas yang diperlukan bagi individu untuk hidup dalam alam demokrasi.

Daftar Pustaka
Blog Anshar : ALIRAN PROGRESIVISME
SAINS DAN TEKNOLOGI: ALIRAN PROGRESIVISME
JURNAL : DEMOKRATISASI DAN PENDIDIKAN DASAR, Adang Heriawan, Drs., M.Pd

Tidak ada komentar:

Posting Komentar